Perkembangan industri konstruksi membuat kita sering dibuat takjub oleh hasil karya gedung pencakar langit di seluruh dunia. Tak hanya tinggi, desain yang unik dan modern, kerap membuat lokasi tersebut menjadi landmark tersendiri dan sering dijadikan obyek berfoto.
Tak hanya bangunan sederhana, berkat kemajuan teknologi, manusia mampu membuat bangunan dengan tinggi mencapai ratusan, bahkan ribuan meter. Proses pembangunan ini juga sering dijadikan acuan sejauh mana perkembangan perekonomian sebuah negara atau daerah.
Berbicara soal bangunan dengan tinggi luar biasa, rupanya ada beberapa fakta unik terkait fenomena alam dan sebagainya. Setinggi apa bangunan bisa dibuat, atau seperti apa konsep unik bangunan tinggi di masa depan, berikut beberapa fakta diantaranya :
Penyebab Gempa Bumi. Bagi sebuah negara, kemunculan bangunan bertingkat, atau gedung pencakar langit biasa menjadi indikasi tingkat kemajuan perekonomian. Meski faktanya, hal ini justru dapat meningkatkan risiko munculnya masalah gempa bumi.
Fenomena ini dijelaskan dalam sebuah ilmu alam, yang menyebutkan bahwa setiap aktivitas geologis dapat berpotensi menyebabkan terjadinya gempa dalam beberapa skala richter, hal tersebut yang diketahui dari penelitian yang dilakukan di Taipei. Sebuah bangunan bernama Taipei 101 ditengarai sering menjadi penyebab gempa mikro yang terjadi antara 3,8 hingga 3,2 SR. Hal yang jarang bahkan tidak pernah terjadi saat bangunan ini belum berdiri.
Fenomena ini terjadi karena fasilitas anti-gempa yang justru digunakan pada struktur bangunan. Dimana bagian keras konstruksi pondasi yang menekan kerak bumi, akan memicu munculnya gempa yang berkesinambungan.
Gedung Tinggi, Waktu Lebih Cepat. Tahukah Anda, ada sebuah teori fisika yang mengatakan, jika Anda berada di tempat jauh dari dengan massa bumi, maka waktu yang Anda lalui akan lebih cepat. Hal tersebut yang terjadi saat Anda tinggal di gedung pencakar langit.
Tak hanya fenomena alam, dan lingkungan sekitar, gedung tinggi rupanya juga dapat berpengaruh pada berjalannya waktu. Hal ini dikarenakan fenomena pelebaran gravitasi, yang disebabkan karena obyek berada jauh dari massa bumi.
Lalu, seperti apa perbedaan saat Anda berada di lantai paling atas dengan orang yang berada di bawah gedung ? Dalam teori fisika terkait fenomena ini, perbedaan 30 meter di atas permukaan laut rupanya membuat perbedaan yang tidak terlalu signifikan, 1 per 1.000 triliun detik.
Hal tersebut akan berlaku kelipatan, semakin tinggi gedung, maka percepatan waktu yang dialami akan semakin cepat. Sehingga jika Anda tinggal di atas Gedung pencakar langit dalam waktu lama, usia Anda akan lebih cepat tua, dibanding orang yang tinggal di bawah.
China memegang rekor tercepat dalam membangun Gedung Pencakar Langit. Infrastruktur dan teknologi konstruksi yang tersedia lengkap dan canggih, serta didukung sumber daya melimpah membuat banyak hal mustahil bisa dilakukan di China.
Bukan sekedar cerita dongeng, salah satunya proses pembangunan gedung bertingkat yang bisa selesai dalam hitungan hari. Atau lebih tepatnya dikerjakan selama kurang lebih 19 hari sejak tanpa bangunan, hingga berdiri dan layak dihuni.
Lalu sebagai perbandingan seberapa waktu yang dilakukan oleh pemerintah China dalam membangun infrastruktur gedung mereka ? Sebagai perbandingan proses pembangunan gedung tertinggi di Dubai, Burj Khalifa dilakukan dalam kurun waktu lima tahun.
Meski tak setinggi Burj Khalifah, namun gedung yang diberi nama Mini Sky City ini tergolong dibangun dalam waktu singkat. Gedung ini memiliki tinggi 200 meter dengan menggunakan teknologi konstruksi Modular, yang terbilang baru di industri struktur bangunan.
Tak hanya itu, satu bangunan 220 lantai juga akan dibangun dengan cara yang sama. Bangunan ini di gadang-gadang akan lebih tinggi dibanding Burj Khalifah, hanya saja dalam rencananya, proses pembangunan diperkirakan akan berlangsung hanya dalam 7 bulan.
Gedung Tinggi, tapi di bawah laut. Tak hanya di langit, atau di dalam tanah, bangunan tinggi juga bisa didesain masuk ke dalam tanah. Tentu saja sebuah pengalaman yang tak terlupakan oleh orang yang berada di dalamnya saat melihat keluar, yang terlihat lingkungan laut.
Meski sudah diperkenalkan, faktanya bangunan ini masih belum terealisasikan, dan hanya berupa konsep. Kelemahan dari bangunan yang satu ini adalah perubahan permukaan air laut yang masih belum ditemukan solusi mengatasinya.
Konsep ini diperkenalkan oleh seorang arsitek bernama Vincent Callebaut, dalam karyanya bernama The Aequorea. Tak hanya cantik, desain unik ini juga merupakan solusi bangunan masa depan, terutama saat air laut telah naik terlalu tinggi.
Menurutnya, konsep bangunan ini pasti akan terealisasi di kemudian hari. Dengan paradigma konsep tempat tinggal yang disesuaikan dengan fenomena perubahan iklim klimatologi yang menjadi isu global hingga saat ini.
Gedung Tertinggi di Dunia. Hingga saat ini, banyak gedung pencakar langit berdiri di berbagai belahan dunia. Selain dilengkapi dengan fasilitas modern atau desain yang unik, beberapa diantaranya memiliki tinggi ratusan, bahkan ribuan meter di atas permukaan tanah.
Selama ini Burj Khalifah dianggap bangunan paling tinggi yang pernah ada. Bangunan ini memiliki tinggi 830 meter dan menjadi gedung paling tinggi di Uni Emirat Arab, bahkan dunia sebelum Jeddah Tower didirikan.
Jeddah Tower pada akhirnya mendapat predikat bangunan paling tinggi, dengan pencapaian tinggi 1.700 meter, atau dua kali lipat tinggi Burj Khalifah. Perkembangan teknologi dan ilmu konstruksi sepertinya akan membuat banyak gedung tinggi di buat di masa akan datang.
Salah satu proyek ambisius dalam menciptakan bangunan tertinggi di dunia, adalah desain gedung X-Seed 4000. Bangunan ini rencananya akan memiliki tinggi hingga 4 KM, dengan lebar gedung diperkirakan mencapai 6 Km.
Berpengaruh pada proses perubahan cuaca. Proses ini menurut para ahli disebabkan karena perubahan arah angin yang terhalang, atau secara alami termodifikasi jalurnya karena letak bangunan yang berjejer.
Dampaknya, perubahan arus angin akan menyesuaikan karena terhalang oleh bangunan. Beberapa masuk melalui celah, dan menimbulkan arus kencang di bagian sela gedung.
Hal tersebut yang pada akhirnya berpengaruh secara signifikan terhadap gerak udara di bawah gedung. Sehingga sering didapat fenomena berangin yang tak biasa sebelum gedung berdiri di daerah sekitar.
Selain itu, bangunan gedung juga kerap menjadi tempat berhentinya polusi udara yang terlepas dari aktivitas industri dan kendaraan bermotor. Polusi ini yang pada akhirnya membuat cuaca kurang nyaman, dan sebagainya.
Bukan tanpa usaha, para pekerja konstruksi gedung pencakar langit rupanya telah menyiasati hal tersebut. Salah satunya dengan proses pemilihan bahan material bangunan yang akan digunakan.
Misalnya penggunaan batu bata dan cor yang secara aktif dapat menyerap radiasi matahari dan material lain yang ramah lingkungan. Cara ini dilakukan dengan harapan risiko buruk terjadinya perubahan cuaca bisa diminimalisir dengan baik.